Chapter 2
Into The Absurd
Sesampainya
disana, aku hanya melihat lapangan dan reruntuhan kosong, sepi, tidak ada
siapa-siapa. Aku menengok kesana kemari, nihil. Aku mulai berpikir, mungkin ini
hanya tipuan belaka? Tapi siapa orang itu? Akupun melihat kertas di tengah
lapang dan segera berlari untuk mengambilnya sebelum tertiup angin. Saat kertas
itu kuambil, ternyata kosong, meskipun aku membolak-baliknya sampai tanganku
pegal, tetap saja kertas itu kosong.
Aku
berdiri terdiam di tengah lapang, tengah malam dan sendirian. Jika kau mencari
10 besar orang terbodoh di dunia, maka kau akan melihat namaku paling atas,
dengan rekor mau saja di bodohi datang ke reruntuhan kosong di malam hari!
Pikiranku
mundur pada saat pertemuan dengan pria besar tadi, siapa dia? Apa maksudnya
ini? Well, mungkin dengan pertanyaan seperti itu cerita ini tampak lebih
seperti drama dengan aku sebagai pemeran utama yang histeris. Hentikan.
Tiba-tiba
aku merasakan ada aura yang terasa aneh. Aura ini begitu membuai, aku serasa
diterbangkan olehnya. Pada saat aku menoleh ke belakang, ternyata ada seorang
perempuan berambut pirang sampai lutut kaki, badannya ideal. Ditambah dengan jubah
hitamnya kesan misterius semakin terlihat. Siapa dia? Apa dia bagian dari
rencana ini?
“Hm.
Jadi ini pria yang disebut-sebut Devina. Apa spesialnya?“ katanya tajam,
setajam pisau.
Aku
melongo tak mengerti, tak mampu berbicara.
“Kau
panggilan Zeus?“
“Zeus?
Siapa dia?“ seingatku tidak ada nama Zeus dalam daftar nama konyolku.
“Bodoh.“
Kemudian
aku teringat akan laki-laki tadi pagi, namanya Zeus. Tak diragukan lagi.
“So,
apa yang bisa kau lakukan?“ tanyanya dingin.
“Yang
bisa kulakukan? Aku benar-benar tidak mengerti. Sungguh.“
“Kau
tidak tau mengapa kau dipanggil kesini?“ nadanya mengejek.
Aku
semakin tegang, mata wanita berubah menjadi merah darah dengan hitam pekat di
tengahnya. Tiba-tiba aku melihat sesosok lain dengan gaun hitam, anak perempuan
dengan umur kira-kira 7 tahun. Matanya putih bening, tanpa ekspresi. Dan entah
kenapa aku tidak bisa merasakan auranya, semuanya hampa. Anak perempuan itu
memegang jubah si perempuan dan mengangguk pelan.
“Oh
Devina, hampir saja aku menerkam anak itu. Yang lain sudah datang?“ nadanya
berubah agak ramah, walau agak menyebalkan kedengerannya.
“Kau
bodoh ya Aquilla. Dia masih mentah dan dia mempunyai ‘potensi’.” Kata seseorang
yang suaranya agak aku kenal.
“Cih.
Beraninya kau memanggilku bodoh.” balas Aquilla sinis.
“Terserah.”
Balas Zeus. Aku tau begitu sosok besar itu terlihat.
Tiba-tiba
aura sekelilingku merasa berubah drastic, entah kenapa beban itu terasa berat
di pundakku. Beban apa? Aku tidak mengerti. Setelah sepersekian detik aku mulai
bangkit mencoba menahannya. Sosok-sosok lain berdatangan.
Ya,
mereka datang dari segala arah. Kira-kira jumlah mereka ada 11, dan aku melihat
Zeus berjalan bersebelahan dengan seseorang yang lebih kurus darinya. Senyum
Zeus mengembang jahat, sedangkan orang disebelahnya hanya terpejam sambil
berjalan seirama.
Ada
apa ini?
Sampai
saatnya mereka datang dan mengelilingiku tidak beraturan. Apa mereka gangster?
Apa salahku?
Tiba-tiba
persis di depan pintu reruntuhan muncul sesuatu yang gelap dan membesar
membentuk menjadi sebuah pintu tanpa pintu. Mengerti? Dalamnya sangat gelap,
meski kau berusaha melihat dengan apapun akan tetap saja gelap. Seorang manusia
keluar dari portal itu. Aku semakin tegang dan takut. Tak mengerti. Ingin
rasanya hujan meteor datang ke tempatku berdiri dan hari ini akan berakhir.
Sosok
itu semakin nyata. Memang nyata setelah portal itu meredup.
Ia
memakai jubah putih, berbeda dengan yang lainnya. Rambutnya pirang disisir ke
belakang, ekspresinya lurus, tak berperasaan. Matanya mempunyai dua warna,
hitam dan putih pekat. Siapa dia? Atau lebih tepatnya apa dia? Senyumnya
mengembang. Ditambah dia melayang diatas tanah.
“Jadi
ini pilihanmu Lord?“ tanya Zeus.
“Ya.
Ada masalah?“ jawabnya tenang setenang danau dingin yang dalam.
Zeus
hanya mendesis dan aku semakin tidak mengerti. Aku belum siap mati. Oh sial,
bahkan disaat klimaks seperti ini aku sempat berpikir akan mati. Ha!
“Apa
spesialnya anak ini?“ tanya orang yang berada di dekat Zeus, dia seumuran
denganku. 17 tahun. Lalu dia membuka hood-nya. Rambutnya berwarna putih dan
saat membuka matanya aku terkejut, kedua mata itu merah dan biru, tatapannya
kosong.
“Oh,
tenanglah Abellio. Dia tak akan mampu menandingimu, atau belum. Haha..” ejek
seseorang (lagi) yang berada di atas pohon oak. Masih memakai hood-nya. Dan aku
mendengar anak yang dipanggil Abellio itu mendesis.
“Kita
hentikan basa-basi ini?“ kata Lord (begitu panggil mereka) dingin.
Seketika
itu juga tempat ini menjadi sepi, aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa
aku takut? Mungkin karena mereka sekelompok orang aneh yang berusaha
mempermainkan anak bodoh sepertiku. Entah kenapa rasa dingin begitu menusuk
ketika Lord melayang ke arahku dengan anggunnya. Berani taruhan, dia pasti
banyak menyimpan gaun perempuan di lemarinya. Tetap saja, meski aku berusaha
membuat lelucon untuk menenangkan diriku yang panic tak terkira ini, itu tak
berhasil. Sungguh.
Aku
merapatkan kepalan tanganku dan menggertakan gigiku dengan rapat. Tegang. Aku
memang bodoh. Keringat dingin bercucuran.
Aku
terkesiap ketika Lord sudah berada di depanku. Matanya yang hitam-putih begitu
tajam dan kosong.
Ia
mengangkat tangan kanannya kearah dahiku. Dan menempelkannya. Terasa terjun
kedalam kegelapan. Semuanya gelap. Aku terbawa arus air yang besar ke danau
yang luas, gelap, dan dalam. Aku berpikir makhluk apa saja yang hidup disini?
Tiba-tiba
kakiku di tarik oleh sesuatu ke dasar danau. Aku terkejut. Kenapa aku tak bisa
berteriak, kenapa tak ada keinginan untuk berontak? Pada saat sedang meluncur
kebawah tiba-tiba ada gua, gua yang bergerak. Atau lebih tepatnya mulut seekor
ikan(?) yang amat sangat besar dan aku hanya melongo. Aku masuk kedalamnya.
Di
dalam sini luas, terdapat berbagai macam tulisan yang tak ku mengerti di
dindingnya. Lalu tulisan-tulisan itu bercahaya dan mulai lepas dari dinding
menuju ke arahku yang sedang terapung tak berdaya, mengeliliku.
Dalam
sekejap tulisan itu masuk ke dalam tubuhku, aku merasakan sensasi luar biasa.
Tubuhku terasa panas, juga dingin. Aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya meronta.
Rasanya seperti disengat dari luar dan dalam. Apa ini? Kepalaku serasa dibakar,
sakit sekali.
Kilasan
memori muncul seperti lampu yang terang dan redup dengan begitu cepatnya. Aku
berlari didalamnya, berlari ketakutan tanpa arah di sebuah lapangan yang luas
dan tak berujung. Kenapa aku berlari? Dimana ini? Apa yang terjadi?
Aku
masih meronta kesakitan, pakaianku robek dan hilang dalam ketiadaan. Aku
mengejang, tak kuat menahan rasa sakit. Seketika itu juga aku terlempar keluar
dari mulut makhluk itu, meluncur dengan kecepatan turbo ke permukaan. Dan
ketika aku berada di udara aku tetap terapung di udara yang hampa dan sunyi,
ketika aku membuka mata aku melihat titik cahaya kecil di langit, semakin
membesar dan menuju ke arahku. Aku panik, tapi tak ada niat untuk menghindar,
kubiarkan cahaya itu menembakku.
Badanku
terasa hangat, nyaman. Cahaya itu masuk ke dalam tubuhku dengan cepat,
semuanya. Tiba-tiba cahaya keluar dari semua celah tubuhku, disusul dengan
kegelapan yang keluar dari tubuhku dan berbaur dengan cahaya itu. Semuanya
lenyap. Terasa sesak, sakit dadaku, terlalu sakit. Aku tak bisa bernapas.
Gelap….
No comments:
Post a Comment